Jumat, 09 November 2012

Keju, Yummy Tapi Bisa tak Halal Juga ?

whitemouse.ru

Keju, makanan berbahan dasar susu sapi ini selain enak disantap, juga bergizi tinggi. Produk olahan keju bisa bermacam-macam. Keju biasa digunakan untuk campuran menu makanan atau juga dipakai sebagai pelengkap penganan ringan. 
 
Tetapi, tahukah anda bahwa jenis penganan ini juga memiliki titik kritis kehalalan. Menurut dosen ilmu dan teknologi pangan IPB Dr Ir Anton Apriyantono, dalam esainya berjudul “Titik Kritis Kehalalan Keju dan Hasil Sampingnya”, titik kritis keju tersebut ada pada tahap koagulasi atau penggumpalan susu. Sebab, untuk menggumpalkan susu diperlukan bahan-bahan yang bisa membuat keju menjadi tidak halal.
 
Ia pun menguraikan beberapa tahapan pembuatan keju, yaitu;
  • pertama, persiapan susu;
  • kedua, koagulasi atau penggumpalan susu dengan menggunakan enzim atau asam yang akan menghasilkan curd (bagian susu yang terkoagulasi atau tergumpalkan) dan whey (bagian susu dalam bentuk cairan setelah curd terbentuk dan dipisahkan). 
  • ketiga, yaitu pemisahan whey untuk mendapatkan curd,
  • keempat, pengolahan curd.
  • kelima ialah pematangan keju.
 
Selain itu, ada tiga metode koagulasi susu. Salah satunya metode menggunakan enzim (enzim adalah suatu protein yang mempunyai kemampuan mempercepat reaksi biologis) yang mampu menggumpalkan susu (disebut juga sebagai koagulan). Pola ini banyak digunakan. 
 
Koagulan yang pertama-tama digunakan adalah yang berasal dari perut sapi muda (anak sapi) yang disebut dengan rennet. Pada saat ini, rennet diperoleh bukan hanya dari perut sapi muda, tetapi juga perut sapi dewasa, anak kambing, kambing dewasa, domba, dan babi.
 



Dari segi kehalalan, penggunaan koagulan yang berasal dari hewan rawan menghasilkan keju yang tidak halal. Sebab, di samping bisa berasal dari babi, juga bisa berasal dari sapi atau kambing yang tidak disembelih secara Islami (sebagian besar koagulan diproduksi oleh negara maju non-Muslim).
 
Koagulan dari hewan ini, kata Anton, selain bisa tidak halal, juga bercampur dengan keju yang dihasilkan. “Oleh karena itu, yang relatif aman adalah jika koagulannya berasal dari tumbuh-tumbuhan, mikroorganisme atau hasil fermentasi GMO, yakni saat fermentasinya digunakan media (tempat pertumbuhan dan sumber makanan mikro organisma) yang halal,” paparnya.
 
Di pasaran, khususnya di luar negeri, keju yang dibuat dengan menggunakan koagulan yang berasal dari mikro organisme (dalam bahasa Inggris disebut microbial rennet) dapat dikenali dengan membaca informasi di kemasan keju tersebut. Di daftar ingredien akan disebutkan microbial rennet. 
 
Informasi ini diperlukan bagi mereka yang menghindari koagulan yang berasal dari hewan, yaitu kalangan vegetarian dan Muslim. Anton lantas menyarankan agar para konsumen jeli dalam memilih keju. Ini bisa dilakukan dengan memerhatikan keberadaan sertifikat halal dari lembaga otoritatif di kemasan keju yang hendak dibeli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar